Setiap perasaan yang kita alami biasanya memiliki sebab. Kita tertawa karena ada sesuatu yang membuat kita senang. Kita menangis karena ada sesuatu yang menyentuh hati kita. Jarang sekali orang bisa tertawa tanpa alasan—kecuali mereka yang memang tidak sehat secara mental. Artinya, sukacita selalu punya alasan.
Firman Tuhan malam ini mengingatkan kita: “Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita.” Jadi, ibadah bukan hanya soal rutinitas, bukan sekadar hadir di gereja, melainkan membawa hati yang penuh sukacita di hadapan Tuhan.
1. Ibadah bukan soal tempat atau ritual lahiriah
Kalau kita perhatikan, ada agama lain yang sangat menekankan ritual lahiriah: harus mencuci muka, mencuci tangan, mencuci kaki, tidak boleh tersentuh orang lain ketika hendak beribadah, bahkan ada aturan arah kiblat tertentu. Itu adalah bentuk ketaatan mereka, dan itu baik bagi mereka.
Namun, ibadah bagi orang percaya tidak ditentukan oleh tempat, arah, atau ritual lahiriah. Ibadah orang Kristen ditentukan oleh sikap hati. Tuhan mau melihat hati kita yang datang kepada-Nya dengan sukacita, bukan sekadar tubuh yang hadir.
Mau di gereja besar, mau di rumah kecil, mau dalam persekutuan, bahkan sendirian, ibadah yang berkenan di hadapan Tuhan adalah ibadah yang lahir dari hati yang bersukacita.
2. Sukacita adalah inti ibadah
Mazmur 100 menekankan bahwa kunci utama ibadah adalah sukacita.
Saat memuji Tuhan → lakukan dengan sukacita.
Saat memberi persembahan → lakukan dengan sukacita.
Saat mendengarkan firman → terimalah dengan sukacita.
Mengapa? Karena ibadah tanpa sukacita hanya menjadi kewajiban, bukan persembahan hati. Tuhan menilai kualitas ibadah kita bukan dari megahnya tempat atau ramainya jemaat, melainkan dari hati yang bersukacita saat kita datang kepada-Nya.
Mazmur 100:5 memberi alasan yang kuat: “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.”
Inilah alasan terbesar untuk kita tetap bersukacita, apa pun keadaan kita: Tuhan itu baik dan kasih setia-Nya tidak pernah berubah.
Sukacita bukan berarti kita tidak pernah menghadapi masalah. Kadang kita datang ke gereja dengan hati penuh beban, kecewa, bahkan menangis di rumah. Tetapi ketika kita memilih tetap beribadah, Tuhan mau kita datang dengan sikap hati yang bersukacita.
Sukacita tidak selalu datang otomatis, kadang harus diusahakan.
Ada jemaat yang berkata, “Saya tidak mood ke gereja hari ini.”
Ada yang merasa, “Saya lagi banyak masalah, jadi malas beribadah.”
Kalau kita menunggu keadaan sempurna untuk bersukacita, kita tidak akan pernah benar-benar beribadah dengan tulus. Karena itu, sukacita dalam ibadah adalah keputusan iman, bukan sekadar emosi sesaat.
4. Bersukacita di tengah penderitaan
Firman Tuhan berkata:
1 Petrus 4:13 – “Sebaliknya, bersukacitalah sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.”
Artinya, penderitaan adalah bagian dari perjalanan iman. Setiap keluarga, setiap pribadi, setiap hamba Tuhan punya salibnya masing-masing. Tetapi apa yang Tuhan kehendaki? Tetap bersukacita.
Kadang penderitaan membuat kita lemah, malas beribadah, bahkan ingin berhenti melayani. Namun firman Tuhan berkata, di tengah penderitaan pun kita tetap diajak bersukacita. Karena sukacita itu yang membuat kita tetap kuat untuk melangkah dan setia mengikut Tuhan.
5. Ada upah besar bagi orang yang setia
Yesus berkata dalam, Matius 5:12 – “Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga...”
Sukacita kita di bumi tidak pernah sia-sia. Setiap langkah kaki yang kita ambil menuju rumah Tuhan, setiap ibadah yang kita lakukan dengan hati yang penuh sukacita, semua itu diperhitungkan oleh Tuhan.
Mungkin di dunia ini kita belum menikmati berkat yang besar secara materi. Tetapi firman Tuhan menjanjikan: ada upah yang besar di surga. Dan janji Tuhan itu pasti, tidak pernah gagal.
Sukacita adalah inti ibadah. Sukacita bukan bergantung pada keadaan, tetapi lahir dari pengenalan kita bahwa Tuhan itu baik dan kasih setia-Nya kekal.
Sukacita adalah pilihan iman, bukan sekadar perasaan. Sekalipun ada penderitaan, kita tetap bisa memilih bersukacita, karena kita tahu ada upah besar yang Tuhan sediakan di surga.
Jadi, mari setiap kali kita datang beribadah, kita datang bukan sekadar hadir, melainkan hadir dengan hati yang penuh sukacita. Karena di situlah Tuhan menilai ibadah kita, dan di situlah berkat Tuhan mengalir.
Pdm Claudia Kezia Waworuntu S.I.Kom (Gembala), Ekklesia Family Fellowship Worship 160925
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih dan Tuhan Yesus Memberkati Saudara !